UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PESANTREN
PERLU ADANYA KADERISASI GENERASI PESANTREN
BISA KAN MELALUI PENDIDIKAN PESANTREN TINGGI ?
Oleh :
DARSA WIJAYA
Di zaman modern seperti sekarang ini,
nampak terlihat persaingan hidup di berbagai bidang semakin kuat, tak
terkecuali di bidang pendidikan, termasuk pendidikan agama. Beberapa tahun lalu
UU Sisdiknas telah mengamanatkan bahwa pendidikan itu dapat di tempuh dengan
berbagai bentuk, baik formal, informal maupun nonformal, semuanya harus
terakomodir sesuai dengan kebutuhan yang terjadi pada masyarakat kita demi
terciptanya sumber daya manusia yang mampu mengimbangi persaingan zaman yang
terus berkembang.
Berangkat
dari sebuah penelusuran panjang, didorong oleh rasa kepedulian yang tinggi
terhadap pendidikan agama yang dalam hal ini melihat eksistensi pondok
pesantren dalam persaingan gelobal sebagai lembaga tertua di Indonesia sunguh
sangat memprihatinkan. Kenapa tidak ? pesantren yang jika dilihat dari faktor
sejarah adalah merupakan lembaga pendidikan agama tertua tetapi dalam
kenyataannya kemajuan itu terkalahkan dengan lembaga-lembaga pendidikan yang
baru muncul seperti Madrasah Aliyah, MAK, bahkan lembaga-lembaga lain yang
bersifat umum, sedikit demi sedikit generasi usia belajar telah meninggalkan
lembaga pesantren dan beralih ke lembaga-lembaga umum yang notabene lebih
memprioritaskan untuk pencapaian materi semata tanpa memperhatikan faktor
nilai-nilai ilahiyah, mereka lebih melihat belajar untuk mendapatkan ijazah dan
pekerjaan di banding belajar untuk mendapatkan kesolehan diri.
Kalau kita lihat dalam kurikulum
sekolah-sekolah umum bahwa pendidikan agama hanya di beri luang 2 jam pelajaran
saja dalam satu minggu, hal ini jauh sekali dengan mata pelajaran lain, yang jauh
lebih banyak. Ditambah lagi dengan permasalahan personal bahwa tidak semua guru
non PAI dapat memasukan nilai-nilai ajaran islam dalam memberikan pelajarannya
dengan berbagai alasan tidak ahlilah, bukan bagiannyalah, sudah ada jobnya atau
bahkan dengan gampang mengatakan itu bukan tanggungjawab kita, hal ini semakin
mempersempit pengetahuan anak didik kita tentang agama, terlebih di luar
sekolah mereka sudak tak dapat di giring begitu saja ke lembaga pendidikan
agama dengan alasan capelah, tak ada waktulah atau bahkan dengan gampangnya
seorang guru mengatakan kalau dia belajar terlalu malam dia tergangu sekolahnya
besok, padahal mereka hanya belajar hanya sampai jam 8 malam saja. Disekolah
hanya belajar 2 jam saja dalam satu minggu, di rumahnya hanya belajar membaca
al Qur’an saja tanpa menggali lebih banyak terlebih ketika tak sedikit guru
menganggap bahwa pendidikan secara personal hanya diartikan sebagai
transformasi ilmu bukan membuat perubahan peserta didik menjadi lebih baik
sementara pergaulan bebas dengan alasan hak azasi manusia, semakin sulit di
bendung, hal itu telah menjauhkan agama dari generasi kita. Dan dari jauhnya
pendidikan agama telah terjadi berbagai penyimpangan sosial, banyak terjadi
kerusakan moral dan akhlaq di kalangan umat khususnya generasi kita.
Dari sebuah penelitian yang dilakukan
pada tahun 2008 di beberapa sekolah tingkat SLTP dan SLTA yang dilakukan salah
seorang guru agama di sebuah SMK di kabupaten Cianjur bahwa dari 280 siswa/i
setelah di data mengenai shalat fardlu saja hanya terdapat di bawah 5 persen
saja yang memiliki komitmen melaksanakan shalat fardu secara istiqomah mereka
rata-rata dalam satu hari ada saja shalat fardhu yang tertinggal. Setelah di
teliti lebih jauh ternyata dari 280 siswa/i tersebut yang masuk pondok
pesantren pun dibawah 5 persen saja, mereka yang duduk di pesantren rata-rata
dapat melaksanakan shalat fardu dengan lebih baik.
Kemudian dari sebuah penelitian yang di
lakukan oleh sebuah lembaga sosial yaitu Annisa
Fondation mengatakan bahwa pada tahun 2006, mereka meneliti selama 6 bulan dari
412 siswi (Tingkat SLTP dan SLTA) dari beberapa sekoah di Kabupaten Cianjur
terdapat 42,3 persen mereka sudah tidak perawan lagi akibat pergaulan bebas,
hal tersebut tidak bisa kita bantah kerena mereka telah jauh dari pendidikan
agama yang memadai.
Penelusuran lebih jauh juga dilakukan
seorang sarjana Kominikasi Islam mengembangkan penelitian mengenai kondisi
pesantren saat ini mendapatkan kenyataan bahwa ternyata tidak sedikit pondok pesantren yang mengalami gulung tikar alias
bangkrut akibat kehilangan santrinya, pimpinan pesantren harus
meminta-minta di jalanan untuk membangun asramanya akibat ekonomi dan sumbangan
santrinya tidak mencukupi, ditambah dengan kondisi pesantren yang semakin lama
semakin termarjinalkan oleh karena semakin derasnya budaya sekularisme,
kafitalisme dan pluralisme yang semakin menjauhkan generasi kita dari kecintaan
terhadap agamanya, sebaliknya bangga dengan budaya baratnya yang notabene jauh
dari ajaran agama, mulai dari cara berpakaian, gaya hidup, pola fikir dan lain
sebagainya`
Menyusul kemudian terdapat informasi di
berbagai media masa baik cetak maupun elektronik, telah banyak menggemparkan
masyarakat luas dengan banyaknya pejabat yang melakukan korupsi, para anggota
dewan yang saling bertentangan dan saling menghujat itu juga tak dapat kita
elak lagi karena mereka sudah banyak meninggalkan unsur agamanya walaupun
mereka juga sebagian mengatasnamakan agama, namun kebanyakan mereka itupun
hanyalah kedok belaka.
Sebuah kata-kata bijak mengingatkan
kita, orang kafir akan jaya jika mereka
sudah meningalkan ajarannya dan orang Islam akan jaya jika dia memegang teguh
ajarannya, tidaklah salah bila kita berfikir lain jika sekolah-sekolah umum
mereka lebih maju karena mereka memiliki sistem yang berkelanjutan meliliki
aturan yang berhubungan, diatur sedemikian rupa, sehingga dapat berjalan terus
lebih cepat di banding Pondok Pesantren. Maka pondok pesantren akan lebih maju
bila kita pegang pada prinsip-prinsip islam dengan menjadi mujaddid, melakukan
perubahan-perubahan yang lebih baik demi masa depan yang lebih cerah.
Diakui atau tidak, disadari ataupun
tidak bahwa tak sedikit lulusan pondok pesantren telah mampu memberikan
kontribusi yang sangat besar bagi perjalanan bangsa ini, oleh karena itu perlu
kita tata kembali, mempersiapkan strategi baru menggunakan sistem dan aturan
yang lebih baik agar pondok pesantren dapat berkifrah lebih banyak lagi demi
terciptanya bangsa yang sejahtera, adil dan makmur.
Maka dalam hal ini setelah melakukan
diskusi dan kajian yang cukup panjang agar pesoalan-persoalan tadi dapat kia atasi, atau
setidaknya dapat di minimalisasi, salah satunya dengan cara berusaha agar pondok
pesantren dapat lebih maju lagi, dan untuk hal tesebut perlu ada terobosan baru
dalam mencetak profesionalisme pesantren dalam era global diantaranya kami
menyusun beberapa strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di
lingkungan Pondok Pesantren dengan mendirikan pendidikan semacam kuliah namun
bentuk pendidikan non formal yang di dalamnya mempelajari bagaimana manajemen Pondok
pesantren, pengembangan kurikulum pesantren, ekonomi pesantren, pengelolaan
keorganisasian pesantren dan lain-lain yang kesemua itu disusun dengan
sistematis berdasarkan hasil penelitian dan kebutuhan pesantren, dengan sasaran
utama adalah para calon pengelola pesantren, aktivis pesantren atau pengelola
pesantren, lebih dari itu pendidikan inipun di jadikan sebagai sarana
meningkatkan kebersamaan dengan menyusun strategi menjalin kerjasama antar
pesantren baik dalam bidang pendidikan, ekonomi maupun da’wah dan lain
sebagainya.
SEPERTINYA TIDAK TERLALU SALAH BILA MELIHAT FENOMENA DI ATAS, KITA DIRIKAN PENDIDIKAN PESANTREN TINGGI SEBAGAI SARANA KADERISASI REGENERASI SDM PONDOK PESANTREN.
Kepada para aktivis dan pemerhati Pondok Pesantren .........! mari kita bangkitkan masa keemasan Pondok Pesantren sebagai lembaga pembaharu peradaban bangsa yang lebih baik.............