Untuk Para Dosen dan Mahasiswa
Banyak
diantara dosen yang pura-pura tidak tahu. Apa pasal? Ya, mereka berkilah bahwa
jika sudah mengajar berarti mereka sudah menunaikan tugasnya. Ini berarti
mereka berhak mendapat gaji setiap bulannya. Mereka beranggapan tidak
perlu ke kantor setiap hari.
Benarkah
demikian? Mari kita bahas secara bertahap. Pertama, seorang dosen juga PNS
bukan? (bagi dosen PNS). Nah, ada aturan jam kerja yang harus dipatuhi oleh
seorang PNS, yaitu 37,5 jam per minggu. Bahkan ada upaya menaikkan jam kerja
PNS menjadi 40 jam per minggu (surat edaran Dirjen Dikti). Sudahkah anda
sebagai PNS telah mematuhinya? Memang, bagi dosen masih menjadi perdebatan
apakah mereka harus ke kantor setiap hari ataukah cukup asal mereka bekerja
sebanyak 37,5 jam per minggu? Bagaimana menurut anda? Saya lebih cenderung
dosen juga masuk setiap hari sesuai dengan aturan jam kerja. Ada beberapa
alasan. Pertama, bukankah dosen juga penyedia jasa khususnya untuk mahasiswa.
Nah, jika mereka ada di kampus setiap hari (kecuali ada dinas luar), maka
mereka akan dengan mudah ditemui oleh mahasiswa. Mereka akan dengan intensif
mengarahkan mahasiswanya. Harus diingat selain mengajar, dosen juga
berkewajiban membimbing mahasiswa untuk menyelesaikan kuliahnya tepat waktu,
membimbing tugas akhir, membimbing praktikum, memberi tutorial jika diperlukan
dan sebagainya. Ini akan berjalan dengan baik jika dosen dengan mudah
ditemui oleh mahasiswa. Lah, sekarang kan sudah banyak teknologi. Tidak
perlu datang ke kantor. Ya memang. Akan tetapi tidak semua kebutuhan
mahasiswa itu dapat dipenuhi hanya lewat komunikasi jarak jauh. Intensitas
pertemuan tatap muka sangat penting bagi keakraban dosen-mahasiswa. Kedua,
sebagai PNS mempunyai kewajiban memenuhi aturan jam kerja masuk ke kantor sebagaimana
PNS lainnya. Ketiga, akan terjadi interaksi yang intensif diantara dosen-dosen,
dosen-mahasiswa, dosen-pimpinan. Dengan intensifnya pertemuan diharapkan akan
terjadi saling pengertian yang akan mengarah kepada suasana akademik yang
kondusif.
Memang
sering terdengar beberapa oknum dosen berkilah:” Lah untuk apa sih ke kantor
kalau tidak ada pekerjaan”. Wah, tipe dosen seperti ini menunjukkan bahwa
dosen tersebut belum memahami tugasnya. Selama di kantor tentu saja banyak yang
bisa dikerjakan dari membimbing mahasiswa, mempersiapkan untuk mengajar,
menjaring ilmu terbaru, menyusun GBPP/RKBM, SAP, buku ajar, pedoman praktikum,
meneliti, membuat proposal penelitian dan pengabdian dan lain-lain. Saya pikir
waktu yang 40 jam/minggu saja tidak cukup. Ya, sebaiknya memang dosen
mempersiapkan segala macam tugasnya di kantor. Bila perlu cukup di kantor,
pulang ke rumah sudah beres.
Nah, ini
baru urusan jam kerja. Berikutnya setelah anda sebagai PNS telah memenuhi jam
kerja, maka anda sebagai dosen selayaknyalah bertanya kepada diri sendiri:
“Sudahkah sebagai dosen saya melaksanakan tugas saya? Tugas sebagai dosen
adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi sebanyak 12 sks/semester.
Kinerja 12 sks per semester ini harus tersebar ke dalam beberapa aktivitas,
yaitu pendidikan 2-8 sks, penelitian dan pengembangan ilmu 2-6 sks, pengabdian
pada masyarakat 1-6 sks, pembinaan sivitas akademika 1-4 sks, dan
administrasi dan manajemen 0-3 sks {Keputusan Dirjen Dikti No. 48/DJ/Kep/1983
pasal 3 ayat (1)}. Kinerja di bidang pendidikan pun tidak
hanya mengajar tetapi juga membimbing skripsi, menguji, membimbing
praktikum, seminar mahasiswa dll. Jadi, kurang tepat jika anda sebagai dosen
menyatakan sudah pantas menerima gaji padahal anda hanya mengajar. Ada di suatu
perguruan tinggi yang memberikan insentif bagi dosen yang kelebihan mengajar,
sehingga ada dosen MKU yang mendapat insentif sampai lima juta. Dosen tersebut
mengajar lebih dari 12 sks. Pertanyaannya, mungkinkah dosen tersebut mampu
mengajar dengan persiapan yang matang? Lalu bagaimana dengan tugas-tugasnya
yang lain? Jika mengacu kepada keputusan Dirjen Dikti tersebut, maka
kegiatan pendidikan diperbolehkan maksimum 8 sks bukan di mengajar saja,
sisanya digunakan untuk darma yang lain. Saya menilai bahwa meskipun anda
telah mencapai EWMP 12 sks tetapi hanya di pendidikan maka sesungguhnya anda
belum mencapai EWMP 12 sks. Dan jika ini terjadi pada diri kita,
barangkali kita belum layak menerima gaji secara penuh.
Lalu,
kalau begitu jika kita telah memenuhi EWMP minimal 12 sks yang tersebar ke
dalam tridarma berarti kita sudah berhak dong menerima gaji dan halal.
Belum tentu! Pertanyaan berikutnya, sudahkah anda benar-benar melaksanakan
aktivitas tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contoh, anda mengajar
3 sks. Ketika anda mengajar sudahkah melakukan persiapan yang matang? Sudahkah
anda menyiapkan materi sesuai dengan kurikulum dan sesuai dengan perkembangan
ilmu? Sudahkah anda menggunakan metode yang tepat untuk mahasiswa yang anda
hadapi? Apakah dalam memberi nilai sudah jujur dan adil? Adakah anda mengajar
tepat waktu? Dan masih banyak lagi pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itu
sebenarnya sebagai sarana evaluasi sudahkah anda mengajar dengan baik.
Belum lagi dalam membimbing skripsi, juga banyak pertanyaan yang bisa diajukan
kepada diri sendiri. Nah, jika berdasarkan hasil evaluasi diri (instropeksi)
ternyata anda telah melaksanakan aktivitas sebanyak minimal 12 sks dan telah
sesuai dengan peraturan yang berlaku maka saya pikir baru anda berhak menerima gaji
per bulannya. Nah, jika anda mampu mencapai EWMP lebih dari 12 sks, baru
barangkali anda berhak mendapat insentif. Mengapa barangkali? Karena
berdasarkan UU Guru dan Dosen tahun 2005, tugas dosen adalah sebanyak
12-16 sks EWMP. Jadi, baru jika anda telah melaksanakan tugas lebih dari
16 sks dengan sebaran yang proporsional maka barulah anda berhak mendapat
insentif kelebihan EWMP. (Cag heula ah.........)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar